RSS

Sheila dan Cacar



            Hari itu, matahari yang bersinar malu-malu di balik pepohonan tengah mengintip segerombolan siswa siswi sekolah kejuruan yang sedang berbincang ngalor-ngidul sambil menaiki tangga. Mereka sedang menuju ruang lab komputer di lantai dua. Ada jadwal pelajaran web design yang menjadi favorit mereka, hari ini.
            Usai memasukan tas di loker, Lian, gadis berperawakan gemuk yang selalu terliat riang itu langsung memasuki ruang lab dan segera memilih bangku untuk ditempati dengan senyum sumringah. Ia langsung membuka akun media sosialnya sebelum menunggu guru memulai pelajaran. Tapi tiba-tiba saja handphonenya berkedip. Tanda pesan masuk.
            “Li, udah tau belum nanti Agustus ada Sheila on 7 di Pensi SMAN 1 Sumber?”- Donna
            Tak perlu menunggu waktu lama, Lian segera membalasnya dengan antusias,
            “Serius? Aaaaaah mau banget nonton!!!”
            “Seriuslah, saya panitianya” - Donna
            Donna adalah teman masa kecil Lian. Mereka sama-sama menggemari grup band Sheila on 7. Sebagai penggemar yang sudah mengidolakan grup tersebut semenjak kelas 4 SD, tentu tak heran kalau saja berita itu benar- benar membuatnya gempar bukan kepalang. Tentu saja ia senang!
            Lian pun bercerita kepada teman-temannya kalau band idolanya itu akan mampir ke kotanya. Tiap hari dia sibuk countdown ke tanggal 31 agustus 2008. “Ah masih 2 bulan lagi...” Celetuknya, tak sabar begitu mendapati hitungan pada tanggalnya masih sangat jauh untuk menyentuh angka yang ia tunggu-tunggu.
-------------------------------------------
            Bulan berganti bulan. Dan akhirnya agustus pun datang menghampiri.
            “Tanggal 23 agustus nanti, kita ada show di panembahan untuk acara khitanan massal, jaga kesehatan kalian, ya.” Seorang guru mewanti-wanti kepada anak didiknya. “Tolong kostum dan alat-alat marching bandnya diperiksa dan disiapkan” sambungnya.
            Lian hari ini tak menunjukkan batang hidungnya, padahal ia adalah salah satu anggota dari kelompok marching band tersebut.
            “Kemana lian?” tanya guru itu
            “Sakit, Bu. Sudah 2 hari. Kemungkinan dia tidak bisa ikut show.” jawab salah satu anggota.
-------------------------------------------
            Sementara itu di tempat tidurnya, Lian masih menangisi kondisinya yang kian memburuk. “Bu, penyakit cacar itu sembuhnya berapa hari?” rintihnya.
            “Seminggu Li. Udah nduk, sing sabar, pasti sembuh kok.” jawab ibunya sambil mengelus-ngelus rambut hitam anaknya yang terlihat lebih semrawut itu.
            “Lama banget, Bu... Lian mau nonton Sheila on 7 di Sumber bu tanggal 31” keluhnya.
-------------------------------------------
            Hari-hari menjelang tanggal 31 Agustus, penyakit cacar Lian sudah berangsur-angsur membaik. Bintik hitam yang sebelumnya banyak menempeli tubuhnya itu kini perlahan hilang. Tapi sayangnya, dia masih belum diperbolehkan mandi dan berangkat sekolah.
            Hari itu, tangisnya pun pecah lagi “Bu...” ucapnya dengan sesenggukan.
            “Sabar sayang, jangan nangis terus. Sebentar lagi sembuh kok,” ucap ibunya mencoba menenangkan. "
            “Cengeng banget, kayak anak SD” celetuk sepupunya.
            “Aku gak nangisin cacarnya. Aku nangis soalnya kayaknya aku gak bisa nonton Sheila on 7, kapan lagi kan ketemu mereka. Ini penantian dari SD!” Lian pun panjang lebar menjelaskan.
            “Ya makanya jangan nangis aja biar cepet sembuh,” jawab sepupunya
-------------------------------------------
            Hari sabtu, 30 Agustus
            “Lian masih sakit?” tyanya Lia, salah satu sahabatnya.
            “Iya dia masih sakit,” jawab Yani, teman sebangku Lian.
            “Aduh kasihan, padahal aku punya tiket Sheila on 7 gratis buat dia.”
-------------------------------------------
            Malam harinya Lian semakin gelisah. Dia menyalakan TV dan memindahkan channel ke channel  ‘ikan terbang’. Malam itu Sheila on 7 menjadi salah satu guest star di acara sebuah Bank ternama.
            “Tu sheilanya masih di Jakarta. Emang besok jadi ke sini?” tanya ibunya tiba-tiba,
            “Jadi kok, Bu..." jawab Lian singkat.
            Tapi apa dinyana, Lian sudah semakin pasrah. Mungkin dia memang tak bisa menonton Sheila on 7 di Pensi SMA Sumber.
-------------------------------------------
            Hari yang ditunggu-tunggu sejak 2 bulan lalu akhirnya datang.
            31 Agustus! Jam 7 pagi, Donna ke rumah Lian
            “Mau nitip apa? Tanda tangan mas Duta? Aku panitia yang ngurusin artisnya,” tanyanya
            “Nitip apa ya.., umm, bawa kaset ini aja, Don," jawab Lian seraya menyodorkan salah satu kaset Sheila on 7.
            Jam 9, lian mendapat pesan dari donna. Lian segera membacanya
            “Li, ini aku udah di hotel. Sheila belum datang. Aaah gak sabar nunggu mas Duta”
            “Don, plis, Don T_T”
             Jam 11 Lian mengajak Ditdit, Jemi dan Omi ke Pensi SMA Sumber. Mereka adalah sahabat Lian. Ditdit dan Omi pun mengiyakan, tapi Jemi tak diizinkan orang tuanya. Jam 2 siang, Lian pamit kepada kedua orang tuanya.
            “Li, hati-hati yaa,” pesan ibunya. Ibunya tahu benar bahwa anaknya itu fans berat sheila on 7. Dia tak sampai hati melarangnya ke pensi tersebut.
            Akhirnya Lian, Ditdit dan omi pergi ke pensi tersebut.
            “Wah rame banget, jangan-jangan Sheila udah tampil nih," celetuk Omi.
            Mereka pun bergegas mempercepat langkahnya memasuki GOR Rangga Jati, tempat pensi berlangsung. Di dalam GOR, banyak orang yang melihat ke arah Lian. Ya, muka Lian masih penuh dengan bekas cacar di sana sini. Lian menyadarinya, tapi dia memilih untuk cuek dan membiarkan tatapan aneh orang-orang tersebut.
            Dua jam berlalu, akhirnya Sheila keluar dari balik panggung. Suara riuh penonton pecah saat itu juga. Lian, Ditdit dan Omi berlari ke arah panggung. Mereka berdesakan dengan penonton lain. Tapi akhirnya mereka kembali mundur karena ada beberapa penonton yang rusuh. Untunglah ada seseorang yang mau menolong mereka, orangnya tinggi, putih, bisa dibilang tampan.
            “Jangan ke situ, lewat sini,” saran laki-laki itu.
            Lian, Ditdit dan Omi pun menurutinya. Mereka bisa dengan jelas melihat Sheila on 7 atas saran laki-laki itu.
            “Mas duta aslinya cakep banget, beda sama di tipi,” teriak Lian ke Ditdit dan Omi. Tapi ternyata Ditdit dan Omi sedang sibuk sendiri-sendiri.
            Omi berteriak-teriak memanggil duta "Dutaaaaaa Mas Dutaaaaa.”
            Lian sibuk mengambil gambar dan video idolanya. Mereka pun larut di setiap lagu-lagu yang dibawakan sheila on 7. Tak terasa waktu sudah beranjak pukul 6 sore dan acara berakhir. Di sepanjang perjalanan pulang Lian, Ditdit dan Omi menyanyikan lagu-lagu Sheila on 7 tanpa henti. Mereka masih tak percaya bisa bertemu Sheila hari itu.
            “Cacar bukan halangan ya buat ketemu Sheila,” goda Ditdit.
            Lian hanya tersenyum menanggapi..


(Based on true story, menjelang Ramadhan 2008)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

[Cerpen] Idhul Adha dan Bekas Luka



Hari itu aku sedang berusaha menghabiskan  makan siangku di kantin tempat aku bekerja. Suasana penuh sesak memadati seisi ruangan. Sesaat sebelum ku habiskan sepiring porsi makan siangku, pandanganku tiba-tiba tertuju pada sebuah layar televisi di pojok kantin. TV itu tengah menyiarkan berita tentang hewan qurban. Aku terdiam sesaat. Sudah berapa kali ku lewatkan hari raya Idhul Adha untuk pulang ke kampung halaman. Aku teringat seganya tentang kampungku. Aku kangen tempat itu. Aku ingin pulang.
            Aku menuju ke ruangan Pak Bondan, atasanku di kantor, setelah itu. Aku meminta izin cuti pada beliau. Tak diduga pengajuan cuti ku dikabulkan oleh beliau. Beliau tak biasanya mengabulkan permintaan cuti  semudah ini karena beliau sangat disiplin dan tegas. Mungkin ini hari keberuntunganku, pikirku. Sepulang dari kantor, aku menghubungi keluargaku di kampung. Aku mengabarkan pada mereka bahwa aku akan pulang lusa pas hari raya Idhul  Adha. Tapi rupanya Ibuku tidak begitu senang tentang kabar kepulanganku. Beliau berkata
            “ini kan Idhul Adha, kau tak mudik juga tidak apa – apa. Yang penting kau baik – baik disana”.
Tapi tekadku sudah bulat, aku harus pulang. Aku sangat merindukan suasana  Idhul Adha disana. Suasana Idhul Adha disana sangat terasa kebersamaan antar warganya. Seperti dalam kegiatan penyembelihan, pembagian daging dan sebagainya. Beda sekali dengan di Jakarta ini jangankan menyapa tetangga, tahu nama tetangga saja tidak. Miris.
            Keesokan harinya aku berangkat ke kantor lebih awal, aku menargetkan pekerjaanku hari ini sampai 2 hari ke depan harus bisa aku selesaikan. Aku tak peduli sekalipun aku harus lembur sampai larut. Tak terasa jam sudah menujukkan pukul 23.00 wib. Suasana kantor yang tadinya ramai kini berubah mencekam. Sejenak aku memutarkan pandanganku ke penjuru ruangan, hanya ada beberapa office boy yang sedang sibuk mengumpulkan cangkir – cangkir dari meja karyawan. Yes! Akhirnya selesai.
            Angin yang bertiup dipagi buta menusuk sampai ke tulangku, waktu menunjukkan pukul 04.00 wib pagi. Ayam sudah mulai berkokok. Selepas sholat shubuh aku mulai mengemasi pakaianku. Ya, hari ini aku akan meninggalkan Jakarta untuk 2 hari. Cirebon here I come! Aku sengaja berangkat pagi – pagi sekali agar sampai disana tidak terlalu siang. Pukul 05.00 wib pagi aku sudah berada di stasiun Gambir. Aku membeli tiket kereta keberangkatan jam 6 pagi. Ada waktu 1 jam, aku manfaatkan untuk sarapan. Sarapanku pagi ini adalah semangkuk mie rebus dan segelas teh hangat.
            Tepat pukul 06.00 wib kereta berangkat menuju Cirebon. Aku duduk di kursi yang bernomor sama dengan tiketku. Setelah menemukan posisi duduk yang nyaman aku memutuskan untuk tidur. Tiba – tiba handphone ku berdering. Ku lihat jam tanganku waktu menunjukkan pukul 07.30 wib. Nama Pak Bondan berkedip – kedip dilayar, aku pun langsung mengangkatnya. Beliau mengatakan, beberapa dokumen yang telah aku selesaikan hilang dan beliau tak mau tahu aku harus segera ke kantor. Perasaanku campur aduk. Panik, kesal, jengkel semua melebur jadi satu. Ada apa ini? Aku yakin telah menyelesaikan semua dengan baik dan menaruhnya rapih diatas meja kerja.
            Di stasiun berikutnya aku turun dan menumpang sebuah kereta jurusan Jakarta. Aku tertunduk. Dalam hatiku berkata “pupus sudah harapanku untuk pulang ke Cirebon pada Idhul Adha kali ini”. Setibanya dikantor , aku langsung menuju ke meja kerjaku dan mulai mencari disetiap sudut meja. Dokumen itu tidak aku temukan. Aku gelisah dan semakin panik. Ditengah kepanikanku, Fasya, salah satu rekan kerjaku dikantor mencoba menenangkanku.
            “Disya, coba kau ingat – ingat, terakhir kamu menaruh dokumen itu dimana?”
Tanya Fasya pelan – pelan. Aku berfikir keras dan mencoba mengingat – ingat .
            “Dokumen – dokumen itu aku letakkan disamping vas bunga. Aku tak habis pikir kenapa bisa hilang?” jawabku mecoba menjelaskan.
            “Waktu terakhir kamu meletakkan dokumen itu kapan dan ada siapa saja di ruangan ini?” Tanya Fasya lagi.
            “Aku meletakkan dokumen itu tadi malam sekitar pukul 23.00 wib. Kantor sudah sepi. Hanya ada beberapa office boy yang sedang mengumpulkan cangkir – cangkir dari meja karyawan” aku menjelaskan kronologis kejadiannya.
            Office boy? Pak gugun?” Tanya Fasya.
            “Iya ada pak gugun juga” jawabku.
Kemudian Fasya memanggil pak Gugun.                                                                                                                                                        Pak Gugun datang dengan tergopoh – gopoh.
            “Ada apa mbak Disya?” .
 kemudian aku menjelaskan kronologis kejadiannya dan pak gugun pun mulai menceritakan kejadian yang terjadi semalam
            “Yang saya ingat, malam itu setelah mbak Disya pulang, kantor ini listriknya padam dan saya tidak sengaja menyenggol tumpukan dokumen disalahsatu meja hingga jatuh ke lantai.  Karena waktu itu gelap gulita saya menaruh dokumen – dokumen itu begitu saja di salahsatu meja. Mungkin dokumen – dokumen itu yang mbak cari?” pak gugun menjelaskan panjang lebar.
            “Bisa jadi pak ! Intinya dokumen – dokumen itu masih diruangan ini?” tanyaku antusias.
Kemudian aku, fasya dan pak gugun kembali mencari dokumen – dokumen itu. Akhirnya dokumen – dokumen itu ditemukan. Dokumen itu ditemukan di meja kerja mbak Astari, salah satu karyawati yang sedang cuti melahirkan. Letak mejanya bersebelahan dengan meja kerjaku.  Legaaaaaaaaaa banget. Setelah aku berterimakasih pada pak Gugun dan Fasya, aku langsung menyerahkan dokumen – dokumen itu pada Pak Bondan. Dan beliau sekali lagi mengizinkanku untuk cuti.
            Hari itu juga aku kembali ke  stasiun Gambir dan menaiki kereta tujuan Cirebon. Sudah terbayang olehku suasana Idhul Adha disana. Aku melihat ke luar jendela sambil tesenyum – senyum sendiri. 4 jam berlalu akhirnya aku sampai di Stasiun Kejaksan Cirebon. Stasiun ini sudah banyak berubah. Lebih tertata, lebih bersih dan lebih rapih. Tidak kalah dengan stasiun Gambir. Aku melihat jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 15.30 wib. Sudah masuk Ashar pikirku. Aku mencegat becak dan menuju ke Masjid At-Taqwa, masjid besar di Cirebon untuk menunaikan sholat ashar. Letaknya tidak terlalu jauh dari stasiun Kejaksan.
            Aku pulang menaiki sebuah taksi. Saat sampai di jalan di sekitar rumahku ternyata macet. Aku bisa dengan mudah menebak sumber kemacetan tersebut. Pasti karena di alun – alun desa sudah banyak hewan qurban dan banyak orang yang datang kesana. Asal tahu saja, desaku itu katanya tempat penyembelihan hewan qurban terbesar Se-Kabupaten Cirebon.
            Hari Idhul Adha yang kunanti pun akhirnya tiba. Sungguh indah fajar Idhul Adha.  Pukul 09.00 wib pagi alun – alun sudah ramai pertanda penyembelihan hewan qurban akan dimulai. Tahun ini tercatat 18 ekor sapi dan 104 ekor kambing yang terkumpul. Subhanallah banyak sekali. Aku dan beberapa orang kawanku menuju ke tempat penyembelihan sapi. Ya, sudah tradisi bagi kami setiap Idhul Adha tiba pasti kami melihat penyembelihan sapi. Walaupun sebenarnya ada rasa ngeri dan tak tega. Cuaca pagi itu cukup bersahabat, matahari bersinar tidak terlalu terik. Sapi pun satu – persatu mulai disembelih. Dalam kerumunan warga yang menyaksikan proses penyembelihan ada beberapa wartawan TV swasta terkenal dan beberapa wartawan radio dan Koran lokal.
            “Wah terkenal juga ternyata desaku ini” celetukku.
            Karena terlalu lama berdiri dan rasa pegal sudah terasa kami memutuskan untuk meninggalkan tempat ‘pembantaian’ itu. Kami beristirahat di balkon lantai dua masjid, tak jauh dari alun – alun. Sesekali melihat sapi – sapi yang belum disembelih di alun – alun. Ketika kami sedang asyik mengobrol tiba – tiba kami mendengar teriakan “Awas sapi ucul!” yang dalam bahasa Indonesia berarti Sapi yang terlepas dari ikatannya.  Kami pun mengarahkan pandangan kami ke alun- alun. Benar saja seekor sapi berlari menerjang apa saja yang ada dihadapannya kemudian sapi itu berlari menuju ke jalan raya sampai hilang tak terlihat lagi. Untunglah beberapa panitia akhirnya berhasil menangkap kembali sapi tersebut. Kami turun dari balkon dan memutuskan untuk pulang. Tapi tiba – tiba pandanganku tertuju pada sebuah pohon beringin disamping alun – alun. Aku teringat 10 tahun yang lalu. Aku pernah terjatuh karena menyandung akar dari pohon beringin itu. Waktu itu usiaku masih 10 tahun. Tepat pada hari raya Idhul Adha. Waktu itu ada seekor kambing yang terlepas dari ikatan, semua anak berlari menjauh dari kambing tersebut begitu pula aku. Sayangnya, aku menyandung akar pohon beringin yang mencuat keluar tersebut dan “gubraaaaak” aku terpelanting dan siku ku tergores sangat keras. Bekas lukanya pun sampai sekarang masih ada dan bekas luka inilah yang selalu mengingatkanku tentang indahnya Idhul Adha di desaku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

A nice experince in a village called Pare


            Sore itu aku dan teman – teman berduyun – duyun menuju Stasiun Prujakan Kota Cirebon. Kami yang berangkat ke pare berjumlah 17 orang. 16 orang perempuan (Aidha, Diana, Lucky, Dilla, Tuti, Ratna, Nunik, Pia, Asri, Laena, Riska, Ihat, Corry, Defit, Lilis dan saya) dan 1 laki – laki (Fajar). Kami akan menghabiskan liburan semester kali ini ke kampung inggris Pare, Kediri – Jawa Timur. Kami kesana menumpang sebuah kereta ekonomi Matarmaja. Ini adalah kali pertama kami akan menaiki kereta api kelas ekonomi. Rasa khawatir sempat hinggap dibenak kami , karena banyak cerita – cerita yang tak menyenangkan tentang kereta ekonomi. Kereta ngaret setengah jam dari jadwal keberangkatan. Aku gelisah. Keadaanku belum sembuh benar. Aku baru sembuh dari sakit. Ku tengok dari jendela kereta, raut wajah orang tuaku, sepertinya mereka sangat mencemaskanku. Aku melambaikan tangan dan tersenyum pada mereka, mengisyaratkan bahwa aku baik – baik saja. Kereta pun berangkat.
                                                                        ***
            Suara pedagang asongan yang wara – wiri menjajakkan dagangannya membangunkan tidurku. Aku melihat jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 11 malam. Suasana kereta sangat ramai. Teman – temanku sibuk dengan aktifitas mereka masing – masing. Ada yang sibuk bermain handphone, berbincang ngalor – ngidul, bahkan ada yang bermain kartu remi. Sedangkan aku memilih untuk jalan – jalan dikereta. Berjam – jam duduk membuatku pegal. Kereta ekonomi tak seburuk yang kubayangkan. Suasananya menyenangkan tapi kita harus tetap berhati – hati.
                                                                        ***
            12 jam berlalu, pukul 5 pagi akhirnya kami menginjakkan kaki di kota Kediri. Dari stasiun kami melanjutkan perjalanan ke Pare menumpang angkot yang kami sewa sebelumnya. Aku duduk didepan bersama Nunik. Tak kulewatkan menikmati pemandangan pagi kota Kediri. Ratusan buruh pabrik rokok Gudang Garam memacetkan jalan. Aku takjub melihatnya. Salut dengan semangat yang mereka kobarkan dipagi buta seperti ini.
Dari kereta langsung menuju angkot carteran hap hap hap!

Pukul 6 pagi kami sampai di Desa Tulungrejo Kec.Pare. Kami menunggu cukup lama didepan office tempat kami akan mengikuti kursus. Karena lapar, aku dan Nunik menyempatkan berjalan – jalan disekitaran office mencari sebungkus nasi. Disana kami sarapan nasi pecel yang dikasi peyek. Perut sudah terisi kami pun kembali ke office. Setelah office dibuka kami langsung diantar ke camp, oh iya camp itu istilah rumah yang akan kami tempati disana selama kami di Pare. Karena ada kesalahan teknis kami tidak menempati camp yang disediakan oleh tempat kursusan kami. Kami memutuskan mencari tempat kost. Dengan sisa tenaga dan semangat yang masih menyala –nyala , Aidha, Dilla dan Pia menelusuri Desa Tulungrejo mencari tempat kost untuk kami ber – 16. Sekedar info, fajar teman kami sudah mendarat dengan damai di campnya. Akhirnya kami menemukan tempat kost yang sesuai dengan keinginan kami. Rumahnya besar tapi mempunyai peraturan yang ketat. Tutornya pun sedikit galak. Selama 24 jam kami diharuskan menggunakan bahasa inggris kecuali hari minggu.
Aktifitas kami sudah dimulai sejak pikul 3 pagi. Ada yang mencuci, piket dan mengantri mandi. Bayangkan , 16 orang mengantri dua kamar mandi >_<. Berikut ini adalah jadwal belajar kami selama 1 bulan di Pare hari senin s/d jumat:
Jam
Kegiatan
05.00 – 05.30
Brainwash di camp
05.30 – 06.30
Brainwash & tongue twister
07.00 – 08.30
Vocabulary class
10.00 – 12.00
Pronunciation class
14.00 – 15.30
Speaking class
18.30 – 20.00
Grammar class
20.00 – 21.00
Entahlah ini dinamakan kelas apa hahaha

Padat merayap bukan T_T, itu belum termasuk setiap malam kami harus memorize vocabulary dan expression yang berpuluh – puluh jumlahnya dan harus disetorkan setiap paginya.
Di Pare, kami mempunyai banyak teman. Ada yang dari Jakarta, lampung, Jogjakarta dll. Kebanyakan dari mereka adalah cowok. Mereka baik – baik dan menyenangkan.
Foto bersama tutor vocabulary, Miss Ariyanti (pink)

Di pare, kami semuanya menyewa sepeda, agar lebih mudah mencapai tempat kursus yang lumayan jauh, membeli makanan atau hanya sekedar jalan – jalan.
Makanan di pare sangat beragam. Tapi yang paling terkenal disini adalah Ayam penyet dan Tansu alias ketan susu. Tempat makannya ditepi sawah. Kita bisa makan beralaskan tikar sambil disuguhi pemandangan khas pedesaan yang asri.
Menanti pesanan ketan susu ^^

                                                                        ***
Thanks God its Saturday! Kami selalu bersorak, riang gembira jika sabtu datang. Itu berarti kami terbebas dari semua tugas dari tempat kursus, seperti memorize, bangun pagi buta serta mengantri kamar mandi. Sabtu itu bagaikan syurga dunia bagi kami. Kami bisa bangun siang, berleyeh – leyeh dikamar, dan tentu saja waktu yang tepat untuk melepas rindu yang sudah menggunung ini dengan keluarga yang ada di Cirebon sana. Sehabis telepon biasanya aku menangis karena rindu pada kedua orangtuaku.
Minggunya, kami akan pergi ke simpang lima Gumul Kediri Jawa Timur. Kami refreshing disana. Ketika kami sampai di Gumul baru berfoto – foto sebentar hujan turun dengan derasnya. Yaik! Kami semua kocar – kacir mencari tenpat berteduh.

Simpang lima Gumul, Kediri - Jawa Timur
 
Basah kuyup tetep eksis!
                                                                      ***
Hari – hari berat itu bisa kami lewati bersama – sama . ilmu kami tentang bahsa inggris semakin hari semakin bertambah. Kami jadi terbiasa menggunakan english di kehidupan sehari – hari. Akhirnya tibalah waktu kami untuk pulang ke kampung halaman . Kami berpelukan satu sama lain , menangis terharu. Mempersiapkan koper masing – masing. Kereta kami berangkat pkl. 19.00. Kami semua bergegas. Teman – teman kami yang dari tempat kursusan pun ikut mengantar kami, bahkan arif ikut membawakan koperku, usman pun demikian.
                                                                        ***
Jam 7 pagi, kereta matarmaja mengantarkan kami dengan selamat sampai di Cirebon. Orangtua kami sudah menunggu di pintu keluar penumpang. Aku langsung memeluk ayah dan ibuku. Aku menangis dalam dekapan mereka. Terimakasih Allah sudah memberikan kami kesempatan untuk pergi berlibur ke pare. Kami takkan melupakannya seumur hidup kami.
 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS